http://Teleskopnews.com Bengkalis – Sejak santernya pemberitaan mengenai penyerahan aset PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) kepada Pemerintah Indonesia, karena berakhir Kontrak Kerjanya, ternyata didapati banyak persoalan yang selama ini tidak banyak diketahui oleh publik.
Salah satunya adalah persoalan yang dialami oleh ibu Yulizar yang merupakan pemilik tanah perkebunan yang dahulunya terletak di Desa Sebangar, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, yang saat ini wilayah tersebut telah dimekarkan, dan saat ini terletak di Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis seluas 115.200M2 dengan alas hak berupa Akta Jual Beli pada tanggal 08 Juni 1981 atas Nama Yulizar.
Berdasarkan alas hak tersebut, ibu Yulizar telah menguasai dan memiliki tanah tersebut sejak tahun 1981. Namun pada tahun 1995, ibu Yulizar diberitahu oleh Kepala Desa Sebangar untuk segera mengosongkan tanah miliknya dengan menyerahkan fotocopy surat tanah, sebab berdasarkan informasi dari Kepala Desa Sebangar pada saat itu, tanah miliknya (Ibu Yulizar) termasuk tanah yang akan diganti rugi oleh pihak PT. Caltex Pasific Indonesia yang saat ini telah berganti nama dengan PT. Chevron Pasific Indonesia.
Bahwa setelah mengosongkan tanah miliknya dan telah menyerahkan focopy surat tanah pada tahun 1995, ibu Yulizar tidak pernah dipanggil oleh pihak mana pun termasuk PT. Caltex Pasific Indonesia, yang ada malah tanahnya telah diduduki dan dikuasai tanpa sepengetahuan Ibu Yulizar bahkan tanpa adanya pembiayaan ganti rugi.
Atas keadaan tersebut, ibu Yulizar telah menghubungi pihak Kepala Desa Sebagar untuk mempertanyakan persoalan itu, sehingga Kepala Desa Sebangar melalui Surat Nomor: 16/100/Pem/V/2005 tanggal 10 Mei 2005 menyurati pihak PT. Caltex Pasifix Indonesia/PT.Chevron Pasific Indonesia perihal mempertanyakan ganti rugi atas tanah milik ibu Yulizar, namun tidak memperoleh jawaban.
Disamping itu, bapak Sahari selaku mantan Penghulu Desa Sebangar membuat Surat Pernyataan tertanggal 30 Maret 2005, guna memperkuat kebenaran Surat Tanah tersebut.
Karena sampai saat ini ibu Yulizar tidak mendapati kejelasan terkait persoalan ganti rugi atas penguasaan tanah miliknya, ibu Yulizar memperjuangkan haknya dengan melakukan Gugatan ke Pengadilan Negeri bengkalis melalui “Law Office ” EDI AZMI ROZALI & ASSOCIATES”.
Untuk mendapatkan suatu kepastian hukum, dan mengingat PT. Chevron Pasific Indonesia akan segera berakhir kontrak kerjasamanya dengan Pemerintah Indonesia pada bulan Agustus 2021, ibu Yulizar melalui pengacaranya Edi Azmi Rozali mengajukan Permohonan Sita Jaminan (Consevatoir Beslaq) atas objek perkara yang telah berdiri Pompa Angguk atau Pompa Penyedot Minyak Mentah sebanyak lebih kurang 17 Unit.
Pengacara ibu Yulizar, Edi Azmi Rozali mengatakan “Seharusnya Penyelenggara Negara seperti SKK. Migas, Kementerian Keuangan Cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan pihak terkait lainnya, melakukan penelitian secara menyeluruh dan mendalam terhadap aset-aset yang akan diserahkan. Sehingga jangan sampai Pemerintah Indonesia disaat serah terima, menerima aset-aset yang bermasalah hukum, yang seyogyanya dapat mengakibatkan kerugian bagi Negara,” ucap Edi.
“Saat ini PT. Chevron Pasific Indonesia mencoba untuk berlindung pada ketentuan Pasal 50 UU 1/2004 Tentang Pembendaharaan Negara, dengan mengkategorikan dirinya adalah Badan Hukum Milik Negara. Saya tegaskan PT. Chevron Pasific Indonesia bukanlah Badan Hukum Milik Negara, akan tetapi adalah Badan Hukum Swasta, karena adanya unsur asing. Aset-aset tersebut baru akan menjadi milik Negara ketika dilakukannya serah terima dari PT. Chevron Pasific Indonesia kepada Pemerintah Indonesia, dan menurut informasi yang beredar serah terima tersebut dilakukan pada bulan Agustus 2021, artinya saat ini aset-aset milik PT. Chevron masih berstatus milik PT. Chevron, dan bukanlah milik Negara,” tutup Edi.