Neraca |
Sekitar satu tahun lalu persisnya pada bulan Agustus 2017 kita dikejutkan oleh kabar yang tidak mengenakkan dari seorang Sekretaris Daerah Kota Dumai, M Nasir karena telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Kota Dumai (KPK).
Pada proyek peningkatan Jalan Batu Panjang, Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, kala itu ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) periode 2013-2015 lalu, sekaligus menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Tak hanya Nasir, satu nama lagi juga diungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah yaitu Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction, Hobby Siregar. Keduanya sama-sama ‘bermain’ dengan menurunkan spesifikasi dan kualitas jalan yang telah direncanakan sebelumnya dengan ukuran panjang 51 kilometer dan lebar 6 kilometer
Keduanya diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara hingga mencapai 80 miliar rupiah dari nilai proyek sebesar 495 miliar rupiah.
Dengan melanggar pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Berbicara mengenai Nasir, hingga saat ini ia masih aktif menjalankan tugasnya di pemerintahan Kota Dumai, bahkan belum juga ditahan oleh lembaga anti rasuah itu.
Hal ini tentu saja menjadi tanda tanya besar serta menimbulkan ragam pendapat di berbagai elemen masyarakat khususnya di Dumai, ada apa sebenarnya dibalik peristiwa ini?
Hotland Thomas Sianturi salah satunya, sebagai aktifis muda, dirinya pun ikut mempertanyakan apakah status tersangka tersebut sudah ditindak lanjuti ke tingkat hukum yang lebih tinggi.
”Kenapa tidak dilakukan penahanan, sedangkan ancaman nya sudah jelas berdasarkan KUHP, dimana ancaman untuk tersangka maksimal 20 tahun penjara sesuai pasal 2 ayat (1) undang – undang Tipikor, “ujarnya ke sejumlah media belum lama ini.
Dijelaskan Hotland, dimana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP dijelaskan perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindakan pidana berdasarkan bukti yang cukup :
1. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri
2. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti
3. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Dan pasal 21 ayat 4 KUHAP menyatakan bahwa penahanan dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Namun, pendapat lain dikemukakan oleh salah seorang praktisi hukum di Jakarta, Yusi Yusanti. Sebagai advokad, ia menilai mengapa Nasir tidak juga ditahan? Menurutnya, ada kemungkinan penuntut belum mempunyai cukup bukti yang memberatkan Nasir ke dalam tahanan.
Ia mencontohkan kasus serupa yang ditanganinya, yakni saat mendampingi Manus Handri yang merupakan Sekda Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat.
“Sama seperti klien saya, kasusnya sudah dua tahun berjalan dan belum diproses. Begitu juga kasus pak Sekda Dumai, mungkin bisa saja dianggap kedaluwarsa karena belum cukup bukti,”ujar salah satu anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Pusat kepada Sorotlensa melalui pesan singkat WhatsApp nya.
Untuk kasus korupsi sendiri, Usi menyatakan tak ada batasan waktu alias kedaluwarsa jika seorang jaksa menuntut. “Beda dengan kasus pidana biasa, batas kedaluwarsa 13 tahun. Nah kalau bersih-bersih saja sudah tentu aman,”timpalnya di akhir obrolan.
Benny Akbar yang juga pengacara asal kota pelabuhan ini berpendapat serupa. Mengapa Nasir masih tetap beraktivitas sebagaimana mestinya? Menurulp, kemungkinan jaksa KPK tengah melengkapi berkas yang ada.
“Saat ini yang terjadi dengan sekda adalah proses pemberkasan atau melengkapi hal-hal yang kurang di dalam pemberkasan antara penyidik dengan penuntut khususnya di lingkungan internal KPK,”urai dia kepada media ini melalui sambungan telepon seluler nya.
“Dan setahu saya, memang tidak ada batasan waktu. Ada pengecualian, daluwarsanya berlaku apabila contoh yang dipermasalahkan anggaran 1999, baru diangkat masalah nya tahun 2020,”ucapnya memaparkan sembari ia menyarankan jika kasus sekda sebaiknya dikonfirmasikan langsung ke pihak KPK.
Pernyataan keduanya pun tak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan Mahfud MD. Dikutip dari akun Tweeter miliknya, jika tidak ada bukti yang kuat walaupun baru berjalan berapa tahun, daluwarsa kasus hukum bisa saja terjadi.
“Jadi tak perlu khawatir, insyaallah selamat,”jawabnya dia kepada salah satu akun yang menanyakan hal demikian.
Menganalisa pernyataan dari para praktisi hukum skala nasional ini tentu saja media ini hanya bisa menduga dan bertanya mungkinkah kasus ini dihentikan sampai sebatas tersangka.
Terlepas dari ragam pendapat yang muncul tentu kita sebagai warga Dumai berharap agar Sekda M Nasir diberi kekuatan dan KPK segera memberi ketetapan hukum yang pasti agar tidak menimbulkan presepsi negati terhadap lembaga independen tersebut.
Penulis : Khallila Dafri, Pemimpin Redaksi